ASURANSI KESEHATAN SYARIAH
SEBAGAI SOLUSI PRO KONTRA ASURANSI MODERN
Disusun
oleh :
G. FAJAR MARDHONO (1026020101)
Prodi :
Kesehatan
Masyarakat
AKK VI
A
SEKOLAH
TINGGI ILMU KESEHATAN
(STIKES)
TRI MANDIRI SAKTI
BENGKULU
2013
KATA
PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan atas kehadiran ALLAH SWT
atas rahmat dan bimbingannya kami dapat menyelesaikan makalah kami yang
berjudul “ASURANSI KESEHATAN SYARIAH SEBAGAI SOLUSI PRO KONTRA ASURANSI MODERN”
Tujuan pertama menyusun makalah ini adalah
untuk membantu teman-teman dalam memahami pokok pembahasan tentang Makalah Asuransi Kesehatan.
Semoga makalah mata kuliah Asuransi Kesehatan ini dapat bermanfaat dan senantiasa menjadi panduan
untuk meraih prestasi gemilang. Kritik dan saran dari ibu pembimbing dan para
mahasiswa/i tetap kami harapkan guna untuk perbaikan kedepannya.
DAFTAR ISI
Halaman
Halaman Judul..........................................................................................
Kata Pengantar........................................................................................ ii
Daftar Isi................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang..................................................................................... 1
B.
Rumusan Masalah.............................................................................. 2
C.
Tujuan.................................................................................................. 2
BAB II MATERI
Pembahasan
1. Definisi
Asuransi Konvensional........................................................... 3
2. Prinsip-prinsip
Asuransi Konvensional................................................ 3
3. Asuransi
Menurut Islam ...................................................................... 6
4.
Asuransi.............................................................................................. 10
5.
Tujuan Asuransi ................................................................................. 12
6.
Asuransi Kesehatan Syariah.............................................................. 12
7.
Pengelolaan Dana Asuransi
Kesehatan Syariah .............................. 13
8.
Sistem yang mengandung unsur
tabungan....................................... 14
9.
Pro Kontra Asuransi Modern ............................................................. 15
10.
Perbedaan Asuransi Kesehatan
Syariah dan Konvensional............. 17
BAB III PENUTUP
Kesimpulan............................................................................................... 23
Daftar Pustaka
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Definisi asuransi syariah
menurut Dewan Syariah Nasional adalah usaha untuk saling melindungi dan
tolong-menolong diantara sejumlah orang melalui investasi dalam bentuk aset dan
/ atau tabarru' yang memberikan pola pengembalian untuk menghadapi resiko /
bahaya tertentu melalui akad yang sesuai dengan syariah.
Asuransi Syariah adalah sebuah sistem
dimana para partisipan / anggota / peserta mendonasikan / menghibahkan sebagian
atau seluruh kontribusi yang akan digunakan untuk membayar klaim, jika terjadi
musibah yang dialami oleh sebagian partisipan / anggota / peserta. Peranan
perusahaan disini hanya sebatas pengelolaan operasional perusahaan asuransi
serta investasi dari dana-dana / kontribusi yang diterima / dilimpahkan kepada
perusahaan.
Asuransi syariah disebut juga dengan
asuransi ta'awun yang artinya tolong-menolong atau saling membantu. Oleh karena
itu, dapat dikatakan bahwa Asuransi ta'awun prinsip dasarnya adalah dasar
syariat yang saling toleran terhadap sesama manusia untuk menjalin kebersamaan
dalam meringankan bencana yang dialami peserta. Prinsip ini sesuai dengan
firman Allah SWT dalam surat Al Maidah ayat 2, yang artinya : "Dan saling
tolong-menolonglah dalam kebaikan dan ketaqwaan dan jangan saling
tolong-menolong dalam dosa dan permusuhan".
Mengapa harus Asuransi Kesehatan
Syariah?
Asuransi yang selama ini digunakan
oleh mayoritas masyarakat (non syariah) bukan merupakan asuransi yang dikenal
oleh para pendahulu dari kalangan ahli fiqh, karena tidak termasuk transaksi
yang dikenal oleh fiqh Islam, dan tidak pula dari kalangan para sahabat yang
membahas hukumnya.
Perbedaan pendapat tentang asuransi
tersebut disebabkan oleh perbedaan ilmu dan ijtihad mereka. Alasannya antara
lain:
1. Pada transaksi asuransi tersebut
terdapat jahalah (ketidaktahuan) dan ghoror (ketidakpastian), dimana tidak
diketahui siapa yang akan mendapatkan keuntungan atau kerugian pada saat
berakhirnya periode asuransi.
2. Di dalamnya terdapat riba atau
syubhat riba. Hal ini akan lebih jelas dalam asuransi jiwa, dimana seseorang
yang memberi polis asuransi membayar sejumlah kecil dana / premi dengan harapan
mendapatkan uang yang lebih banyak di masa yang akan datang, namun bisa saja
dia tidak mendapatkannya. Jadi pada hakekatnya transaksi ini adalah
tukar-menukar uang, dan dengan adanya tambahan dari uang yang dibayarkan, maka
ini jelas mengandung unsur riba, baik riba fadl dan riba nasi'ah.
3. Transaksi ini bisa mengantarkan
kedua belah pihak pada permusuhan dan perselisihan ketika terjadinya musibah.
Dimana masing-masing pihak berusaha melimpahkan kerugian kepada pihak lain.
Perselisihan tersebut bisa berujung ke pengadilan.
4. Asuransi ini termasuk jenis
perjudian, karena salah satu pihak membayar sedikit harta untuk mendapatkan
harta yang lebih banyak dengan cara untung-untungan atau tanpa pekerjaan. Jika
terjadi kecelakaan ia berhak mendapatkan semua harta yang dijanjikan,tapi jika
tidak maka ia tidak akan mendapatkan apapun.
Melihat keempat hal di atas, dapat
dikatakan bahwa transaksi dalam asuransi yang selama ini kita kenal, belum
sesuai dengan transaksi yang dikenal dalam fiqh Islam. Asuransi syariah dengan
prinsip ta'awunnya, dapat diterima oleh masyarakat dan berkembang cukup pesat
pada beberapa tahun terakhir ini.
Asuransi syariah dengan perjanjian di
awal yang jelas dan transparan dengan aqad yang sesuai syariah, dimana
dana-dana dan premi asuransi yang terkumpul (disebut juga dengan dana tabarru')
akan dikelola secara profesional oleh perusahaan asuransi syariah melalui
investasi syar'i dengan berlandaskan prinsip syariah.
Dan pada akhirnya semua dana yang
dikelola tersebut (dana tabarru') nantinya akan dipergunakan untuk menghadapi
dan mengantisipasi terjadinya musibah / bencana / klaim yang terjadi diantara
peserta asuransi. Melalui asuransi kesehatan syariah, kita mempersiapkan diri
secara finansial dengan tetap mempertahankan prinsip-prinsip transaksiyang
sesuai dengan fiqh Islam. Jadi tidak ada keraguan untuk berasuransi syariah
(Nirmala et al., 2006).
2. Rumusan Masalah
Apakah asuransi kesehatan syariah sebagai solusi pro
kontra asuransi modern.
3. Tujuan Pembuatan
Makalah
Agar mahasiswa mampu memahami dan mengetahui asuransi kesehatan syariah sebagai solusi pro kontra
asuransi modern dan untuk dapat memenuhi tugas dari mata kuliah Asuransi
Kesehatan.
BAB II
PEMBAHASAN
1. Definisi
Asuransi Konvensional
Definisi Asuransi menurut
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 1992 tentang usaha perasuransian
Bab 1, Pasal 1 : "Asuransi atau Pertanggungan adalah perjanjian antara dua
pihak atau lebih, dengan mana pihak penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung
dengan menerima premi asuransi, untuk memberikan penggantian kepada tertanggung
karena kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, atau
tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin akan diderita
tertanggung, yang timbul dari suatu peristiwa yang tidak pasti, atau untuk
memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya
seseorang yang dipertanggungkan”.
Selain pengertian tersebut banyak
definisi mengenai asuransi, seperti:
a.
Konsep
asuransi konvensional secara sederhana Suatu persediaan yang disiapkan oleh
sekelompok orang yang biasa tertimpa kerugian guna menghadapi kejadian yang
tidak dapat diramalkan sehingga bila kerugian tersebut menimpa salah seorang di
antara mereka maka beban kerugian akan disebarkan ke seluruh kelompok.
b.
Pengertian
asuransi konvensional dalam ekonomi Suatu aransemen ekonomi yang menghilangkan
atau mengurangi akibat yang merugikan di masa datang karena berbagai
kemungkinan sejauh menyangkut kekayaan (vermoegen) seorang individu.
Berdasarkan definisi tersebut dapat
disimpulkan bahwa asuransi merupakan salah satu cara pembayaran ganti rugi
kepada pihak yang mengalami musibah, yang dananya diambil dari iuran premi
seluruh peserta asuransi. Beberapa istilah asuransi yang digunakan disini
antara lain:
•
Tertanggung, yaitu anda atau badan hukum yang memiliki atau
berkepentingan atas harta benda yang diasuransikan.
•
Penanggung, dalam hal ini PT Asuransi Central Asia, merupakan pihak yang
menerima premi asuransi dari Tertanggung dan menanggung risiko atas kerugian /
musibah yang menimpa harta benda yang diasuransikan.
2. Prinsip-prinsip
Asuransi Konvensional
Industri asuransi, baik asuransi
kerugian maupun asuransi jiwa, memiliki prinsip-prinsip yang menjadi pedoman
bagi seluruh penyelenggaraan kegiatan perasuransian dimanapun berada, antar
lain:
a. Insurable
Interest (Kepentingan Yang Dipertanggungkan)
Anda dikatakan memiliki kepentingan
atas obyek yang diasuransikan apabila Anda menderita kerugian keuangan
seandainya terjadi musibah yang menimbulkan kerugian atau kerusakan atas obyek
tersebut. Kepentingan keuangan ini memungkinkan Anda mengasuransikan harta benda
atau kepentingan anda. Apabila terjadi musibah atas obyek yang diasuransikan
dan terbukti bahwa Anda tidak memiliki kepentingan keuangan atas obyek
tersebut, maka Anda tidak berhak menerima ganti rugi.
b. Utmost
Good Faith (Kejujuran Sempurna)
Yang dimaksudkan adalah bahwa Anda
berkewajiban memberitahukan sejelas-jelasnya dan teliti mengenai segala
fakta-fakta penting yang berkaitan dengan obyek yang diasuransikan. Prinsip inipun
menjelaskan risiko-risiko yang dijamin
maupun yang dikecualikan, segala persyaratan dan kondisi pertanggungan secara
jelas serta teliti. Kewajiban untuk memberikan fakta-fakta penting tersebut
berlaku:
•Sejak perjanjian mengenai perjanjian
asuransi dibicarakan sampai kontrak asuransi selesai dibuat, yaitu pada saat
kami menyetujui kontrak tersebut.
•Pada saat perpanjangan kontrak
asuransi.
•Pada saat terjadi perubahan pada
kontrak asuransi dan mengenai hal-hal yang ada kaitannya dengan
perubahan-perubahan itu.
c. Indemnity(Indemnitas)
Apabila obyek yang diasuransikan
terkena musibah sehingga menimbulkan
kerugian maka kami akan memberi ganti
rugi untuk mengembalikan posisi
keuangan Anda setelah terjadi kerugian
menjadi sama dengan sesaat sebelum
terjadi kerugian. Dengan demikian Anda
tidak berhak memperoleh ganti rugi
lebih besar daripada kerugian yang
Anda derita. Contoh: Harga pasar
kendaraan sebesar 100 juta rupiah,
diasuransikan sebesar 100 juta rupiah.
Bila terjadi musibah sehingga
kendaraan tersebut:
1. Hilang, dan harga pasar kendaraan
saat itu:
Ø
100
juta rupiah, maka anda menerima ganti rugi sebesar 100 juta rupiah,
Ø
125
juta rupiah, maka Anda menerima ganti rugi sebesar nilai yang diasuransikan,
yaitu 100 juta rupiah,
Ø
75
juta rupiah, maka Anda menerima ganti rugi sebesar harga pasar, yaitu 75 juta
rupiah.
2. Rusak akibat kecelakaan, maka biaya
perbaikan, penggantian suku cadang, ongkos kerja bengkel seluruhnya akan
menjadi tanggung jawab kami sehingga maksimum sebesar 100 juta rupiah.
Beberapa cara pembayaran ganti rugi
yang berlaku:
Ø
Pembayaran
dengan uang tunai, atau
Ø
Perbaikan,
atau
Ø
Penggantian,
atau
Ø
Pemulihan
kembali.
d. Subrogation
(Subrogasi)
Prinsip subrogasi diatur dalam pasal
284 kitab Undang-Undang Hukum Dagang, yang berbunyi: "Apabila seorang
penanggung telah membayar ganti rugi sepenuhnya kepada tertanggung, maka
penanggung akan menggantikan kedudukan tertanggung dalam segala hal untuk menuntut
pihak ketiga yang telah menimbulkan kerugian pada tertanggung". Dengan
kata lain, apabila Anda mengalami kerugian akibat kelalaian atau kesalahan
pihak ketiga maka kami, setelah memberikan ganti rugi kepada Anda, akan
menggantikan kedudukan Anda dalam mengajukan tuntutan kepada pihak ketiga
tersebut.
e. Contribution
(Kontribusi)
Anda dapat saja mengasuransikan harta
benda yanga sama pada beberapa perusahaan asuransi. Namun bila terjadi kerugian
atas obyek yang diasuransikan maka secara otomatis berlaku prinsip kontribusi.
Prinsip kontribusi berarti bahwa apabila kami telah membayar penuh ganti rugi
yang menjadi hak Anda, maka kami berhak menuntut perusahaan-perusahaan lain
yang terlibat suatu pertanggungan (secara bersama-sama menutup asuransi harta benda
milik Anda) untuk membayar bagian kerugian masing-masing yang besarnya
sebanding dengan jumlah pertanggungan yang ditutupnya. Contoh: Anda
mengasuransikan satu unit bangunan rumah tinggal seharga 300 juta rupiah kepada
tiga perusahaan asuransi:
PT Asuransi CDA = Rp 200.000.000,00
PT Asuransi ABA = Rp 250.000.000,00
PT Asuransi MOU = Rp 150.000.000,00
Total
= Rp 600.000.000,00
Bila bangunan tersebut terbakar habis
(mengalami kerugian total) maka maksimum ganti rugi yang Anda peroleh dari:
PT Asuransi CDA = (200.000.000 /
600.000.000) x 300.000.000 = Rp 100.000.000,00
PT Asuransi ABA = (250.000.000 /
600.000.000) x 300.000.000 = Rp 125.000.000,00
PT Asuransi MOU = (150.000.000 /
600.000.000) x 300.000.000 = Rp 75.000.000,00
Total
= Rp 300.000.000,00
Berarti jumlah ganti rugi yang Anda
terima dari ke-3 perusahaan asuransi tersebut bukanlah Rp. 600.000.000,00
melainkan Rp. 300.000.000,00 sesuai dengan harga rumah sebenarnya.
f. Proximate
Cause (Kausa Proksimal)
Apabila kepentingan yang diasuransikan
mengalami musibah atau kecelakaan, maka pertama-tama kami akan mencari
sebab-sebab yang aktif dan efisien yang menggerakkan suatu rangkaian peristiwa
tanpa terputus sehingga pada akhirnya terjadilah musibah atau kecelakaan
tersebut. Suatu prinsip yang digunakan untuk mencari penyebab kerugian yang
aktif dan efisien adalah:
"Unbroken Chain of Events"
yaitu suatu rangkaian mata rantai peristiwa yang tidak terputus. Sebagai
contoh, kasus klaim kecelakaan diri berikut ini:
•Seseorang mengendarai kendaraan diajalan
tol dengan kecepatan tinggi sehingga mobil tidak terkendali dan terbalik.
•Korban luka parah dan dibawa kerumah
sakit.
•Tidak lama kemudian korban meninggal
dunia.
Dari peristiwa tersebut diketahui
bahwa kausa proksimalnya adalah korban mengendarai kendaraan dengan kecepatan
tinggi sehingga mobil tidak terkendali dan terbalik. Melalui kausa proksimal
akan dapat diketahui apakah penyebab terjadinya musibah atau kecelakaan
tersebut dijamin dalam kondisi polis asuransi ataukah tidak?
3. Asuransi
Menurut Islam
Dasar Hukum:
•Surat Yusuf :43-49 “Allah
menggambarkan contoh usaha manusia membentuk sistem proteksi menghadapi
kemungkinan yang buruk di masa depan.
•Surat Al-Baqarah :188 Firman Allah
“...dan janganlah kalian memakan harta di antara kamu sekalian dengan jalan
yang bathil, dan janganlah kalian bawa urusan harta itu kepada hakim yang
dengan maksud kalian hendak memakan sebagian harta orang lain dengan jalan
dosa, padahal kamu tahu (al:Baqarah:188)
•Al Hasyr:18 Artinya :”Hai orang-orang
yang beriman bertaqwalah kepada Alloh dan hendaklah setiap diri memperhatikan
apa yang telah diperbuat untuk hari esok (masa depan) dan bertaqwalah kamu
kepada Alloh. Sesungguhnya Alloh Maha Mengetahui apa yang engkau kerjakan”.
Prinsip-prinsip Asuransi Syariah
1. Dibangun atas dasar
kerjasama (ta’awun)
2. Asuransi syariat tidak
bersifat mu’awadhoh, tetapi tabarru’ atau mudhorobah
3. Sumbangan (tabarru’)
sama dengan hibah (pemberian) oleh karena itu haram hukumnya ditarik kembali.
Kalau terjadi peritiwa, maka diselesaikan menurut syariat.
4. Setiap anggota yang
menyetor uangnya menurut jumlah yang telah ditentukan harus disertai dengan
niat membantu demi menegakkan prinsip ukhuwah.
5. Tidak dibenarkan
seseorang menyetorkan sejumlah kecil uangnya dengan tujuan supaya ia mendapat
imbalan yang berlipat bila terkena suatu musibah. Akan tetapi ia diberi uang
jamaah sebagai ganti atas kerugian itu menurut ijin yang diberikan oleh jamaah.
6. Apabila uang itu akan
dikembangkan maka harus dijalankan menurut aturan syar’i.
Fatwa MUI tentang Pedoman Umum
Asuransi Syariah
Fatwa Dewan Syari'ah Nasional Majelis
Ulama Indonesia
No: 21/DSN-MUI/X/2001
Tentang Pedoman Umum Asuransi Syariah
Menimbang :
a. Bahwa dalam menyongsong masa depan
dan upaya meng-antisipasi kemungkinan terjadinya resiko dalam kehidupan ekonomi
yang akan dihadapi, perlu dipersiapkan sejumlah dana tertentu sejak dini.
b. Bahwa salah satu upaya untuk
memenuhi kebutuhan dana tersebut dapat dilakukan melalui asuransi.
c. Bahwa bagi mayoritas umat Islam
Indonesia, asuransi merupakan persoalan baru yang masih banyak dipertanyakan;
apakah status hukum maupun cara aktifitasnya sejalan dengan prinsip-prinsip
syariah.
d. Bahwa oleh karena itu, untuk
memenuhi kebutuhan dan menjawab pertanyaan masyarakat, Dewan Syariah Nasional
memandang perlu menetapkan fatwa tentang asuransi yang berdasarkan prinsip
Syariah untuk dijadikan pedoman oleh pihak-pihak yang memerlukannya.
Mengingat :
1. Firman Allah tentang
perintah mempersiapkan hari depan: Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah
kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang Telah
diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Allah,
Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan. (QS. Al-Hasyr [59] :
18).
2. Firman Allah tentang
prinsip-prinsip bermuamalah, baik yang harus dilaksanakan maupun dihindarkan,
antara lain:
•Hai orang-orang yang beriman,
penuhilah aqad-aqad itu. dihalalkan bagimu binatang ternak, kecuali yang akan
dibacakan kepadamu. (yang demikian itu) dengan tidak menghalalkan berburu
ketika kamu sedang mengerjakan haji. Sesungguhnya Allah menetapkan hukum-hukum
menurut yang dikehendaki-Nya. (QS. Al-Maidah [5] : 1)
•Hai orang-orang yang beriman,
Sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi
nasib dengan panah, adalah termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah
perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan. (QS. Al-Maidah [5] :
90 )
•Dan Allah menghalalkan jual beli dan
mengharamkan riba. (QS. 2: 275).
•Hai orang-orang yang beriman,
bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika
kamu orang-orang yang beriman.
(Qs. 2 : Al-baqarah : 278).
•Maka jika kamu tidak mengerjakan
(meninggalkan sisa riba), Maka Ketahuilah, bahwa Allah dan rasul-Nya akan
memerangimu. dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba), Maka bagimu pokok
hartamu; kamu tidak menganiaya dan tidak (pula) dianiaya. (QS. Al-Baqarah [2] :
279)
•Dan jika (orang yang berhutang itu)
dalam kesukaran, Maka berilah tangguh sampai dia berkelapangan. dan
menyedekahkan (sebagian atau semua utang) itu, lebih baik bagimu, jika kamu
Mengetahui. (QS. Al-Baqarah [2] : 280)
•Hai orang-orang yang beriman,
janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali
dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. (QS.
An-Nisa [4] : 29).
3. Firman Allah tentang
perintah untuk saling tolong menolong dalam perbuatan positif, antara lain :
dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan
tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. dan bertakwalah kamu kepada
Allah, Sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya. (QS. Al-Maidah [5] : 2).
4. Hadis-hadis Nabi S.A.W
tentang beberapa prinsip bermuamalah, antara lain:
•“Barang siapa melepaskan dari seorang
muslim suatu kesulitan di dunia, Allah akan melepaskan kesulitan darinya pada
hari kiamat; dan Allah senantiasa menolong hamba-Nya selama ia (suka) menolong
saudaranya. (HR. Muslim dari Abu Hurairah).
•“Perumpamaan orang beriman dalam
kasih sayang, saling mengasihi dan mencintai bagaikan tubuh (yang satu);
jikalau satu bagian menderita sakit maka bagian lain akan turut menderita” (HR.
Muslim dari Nu’man bin Basyir).
•“Seorang mu’min dengan mu’min yang
lain ibarat sebuah bangunan, satu bagian menguatkan bagian yang lain” (HR.
Muslim dari Abu Musa al-Asy’ari).
•“Kaum muslimin terikat dengan
syarat-syarat yang mereka buat kecuali syarat yang mengharamkan yang halal atau
menghalalkan yang haram.” (HR. Tirmidzi dari ‘Amr bin ‘Auf).
•“Setiap amalan itu hanyalah
tergantung niatnya. Dan seseorang akan mendapat ganjaran sesuai dengan apa yang
diniatkannya.” (HR. Bukhari & Muslim dari Umar bin Khattab).
•“Rasulullah s.a.w melarang jual beli
yang mengandung gharar” (HR. Muslim, Tirmidzi, Nasa’i, Abu Daud, dan Ibnu Majah
dari Abu Hurairah).
•“Orang yang terbaik di antara kamu
adalah orang yang paling baik dalam pembayaran hutangnya” (HR. Bukhari).
•“Tidak boleh membahayakan diri
sendiri dan tidak boleh pula membahayakan orang lain.” (Hadis Nabi riwayat Ibnu
Majah dari ‘Ubadah bin Shamit, riwayat Ahmad dari Ibnu ‘Abbas dan Malik dari
Yahya).
5. Kaidah Fiqh yang
menegaskan:
•“Pada dasarnya, semua bentuk muamalah
boleh dilakukan kecuali ada dalil yang mengharamkannya.”
•“Segala mudharat harus dihindarkan
sedapat mungkin.”
•“Segala mudharat (bahaya) harus
dihilangkan.”
Islam
berpandangan, membantu dan menyantuni mereka yang mengalami musibah merupakan
kewajiban. Berbagai ayat Al-Quran mengisyaratkan hal itu, antara lain dalam
surat Al-Baqarah ayat 177 dan surat Al-Maa’un ayat 1-7.
Semua ini
merupakan wujud kepedulian terhadap sesama, sekaligus indikasi ketakwaan kepada
Allah SWT. Bukankah Rasulullah SAW telah menyatakan bahwa orang-orang beriman
antara satu dengan yang lain adalah bagaikan bangunan yang saling menguatkan,
sehingga apabila satu bagian menderita sakit, maka bagian tubuh yang lain akan
turut merasakannya.
Selain itu, Allah SWT juga
meminta perhatian kita yang sungguh-sungguh untuk tidak meninggalkan generasi
yang lemah (QS. An-Nisa: 9), baik akidah, intelektualitas, ekonomi maupun
fisiknya.
Persoalannya,
bagaimana tuntunan luhur ini dilaksanakan dan dilembagakan, sehingga dapat mencakup
khalayak yang lebih banyak, di samping bantuan atau santunan yang diberikan
cukup berarti untuk memberdayakan atau memulihkan kondisi keuangan mereka yang
ditimpa musibah.
Ada hadits yang bermakna:
"Kebenaran yang tidak bersistem akan dikalahkan oleh kebatilan yang
sistematis.
4. Asuransi
Solusi
preventif yang lazim ditawarkan dalam menghadapi persoalan serupa adalah
asuransi, yang terdiri dari:
•Asuransi Umum,
yaitu jenis perlindungan yang dikaitkan denga kerugian atau
kerusakan/kehilangan harta benda yang dimiliki seseorang
•Asuransi Jiwa,
yaitu jenis perlindungan yang dikaitkan dengan hidup matinya seseorang. Tiga
tipe dasar produk asuransi jiwa, yaitu: terminsuransce(asuransi berjangka,
manfaat dibayarkan jika mengalami musibah meninggal dalam masa
perjanjian), whole life
insuranceendowment insurance(asuransi dwiguna, manfaat asuransi dibayarkan jika
peserta meninggal dalam masa perjanjian atau hidup sampai akhir perjanjian).
(asuransi seumur hidup, manfaat asuransi dibayarkan jika peserta meninggal),
dan
•Jenis dan tipe
asuransi manapun, pada dasarnya bertolak dari asas kerjasama (cooperation) dan
saling membantu (mutuality), yang sesungguhnya sejalan dengan prinsip-prinsip
Islam. Asas kerjasama dan saling membantu dalam asuransi secara operasional
diterjemahkan sebagai perjanjian di antara penanggung (perusahaan asuransi) dan
tertanggung (peserta asuransi) dengan penanggung menerima premi dari
tertanggung untuk mendapatkan pertanggungan manakal tertanggung mengalami
kerugian, kerusakan atau kehilangan disebabkan oleh peristiwa yan tidak pasti
dan tanpa kesengajaan; atau penanggung memberikan suatu pembayaran yang
didasarkan atas meninggal atau hidupnya seseorang.
Asuransi menurut pola
operasional demikian, berdasarkan akadnya dapat dikategorikan sebagai
pertukaran (raqad mu’awadhah), layaknya jual beli.
Penanggung
(perusahaan asuransi) memberikan jaminan atau pertanggungan kepada tertanggung
dan untuk itu tertanggung (peserta asuransi) membayar premi. Besar pertangungan
dan premi serta masa perjanjian disepakati oleh kedua belah pihak.
Pertukaran
dengan cara seperti ini dalam pandangan Islam mengandung cacat berupa
ketidakpastian atau gharar, karena disandarkan pada peristiwa yang tidak pasti.
Produk dwiguna misalnya, peserta berkewajiban membayar (mengangsur) premi jika
peserta hidup selama masa perjanjian untuk mendapatkan uang pertanggungan yang
jumlahnya sudah ditentukan.
Ketidakpastian
dalam contoh ini adalah besarnya premi yang dibayarkan, karena pembayaran premi
ini disandarkan pada hidup atau matinya peserta dalam masa perjanjian.
Sebaliknya untuk produk asuransi berjangka, ketidakpastian terletak di dalam
besarnya pertanggungan yang akan diterima oleh tertanggung.
Selanjutnya,
transaksi yang mengandung ketidakpastian semacam ini dapat merugikan salah satu
pihak, dimana pada umumnya pihak pesertalah yang paling dirugikan. Pihak
peserta atau ahli warisnya dapat menerima uang pertanggungan lebih besar atau
lebih kecil dari premi yang dibayarkan atau tidak menerima uang pertanggungan
sama sekali. Dengan kata lain berasuransi identik dengan untung-untungan, yang
dalam terminologi fikih Islam disebut maysir. Dalam kasus lain, jika peserta
berhenti sebelum masa perjanjian berakhir, terutama pada awal periode
perjanjian, pada umumnya peserta tidak mendapatkan pengembalian premi yang
telah dibayarnya (hangus), atau mendapatkan pengembalian dalam jumlah yag
sangat kecil dibandingkan dengan premi yang telah dibayarnya. Sebagian besar
dana premi yang diterima perusahaan kemudian diinvestasikan. Dalam kaitan ini,
akad pertukaran tidak mensyaratkan kejelasan dalam alokasi dana premi, karena
dana premi yang telah dibayarkan oleh pesera, berstatus milik perusahaan.
Dengan demikian
perusahaan dapat menginvestasikan dana premi itu kemana saja dan dengan cara
apapun, termasuk di bidang-bidang usaha yang mengandung unsur maksiat atau
dilarang oleh syariat (riba, minuman keras, pornografi, dll). Jika dana premi
dan hasil investasinya menjadi sumber uang pertanggungan, maka peserta yang
menerima uang pertanggungan itu tidak bisa menghindarkan diri dari mengkomsumsi
dana ribawi ataupun dana yang bersumber dari usaha maksiat lainnya. (Sumber:
"Takaful Asuransi Islam" oleh Tim Takaful)
5. Tujuan
Asuransi
•Memberikan
jaminan perlindungan dari risiko-risiko kerugian yang diderita satu pihak.
•Meningkatkan
efisiensi, karena tidak perlu secara khusus mengadakan pengamanan dan
pengawasan untuk memberikan perlindungan yang memakan banyak tenaga, waktu dan
biaya.
•Pemerataan
biaya, yaitu cukup hanya dengan mengeluarkan biaya yang jumlahnya tertentu dan
tidak perlu mengganti/membayar sendiri kerugian yang timbul yang jumlahnya
tidak tentu dan tidak pasti.
•Dasar bagi
pihak bank untuk memberikan kredit karena bank memerlukan jaminan perlindungan
atas agunan yang diberikan oleh peminjam uang.
•Sebagai
tabungan, karena jumlah yang dibayar kepada pihak asuransi akan dikembalikan
dalam jumlah yang lebih besar. Hal ini khusus berlaku untuk asuransi jiwa.
•Menutup Loss
of Earning Power seseorang atau badan usaha pada saat ia tidak dapat berfungsi
(bekerja).
6. Asuransi
Kesehatan Syariah
Ajaran Islam
yang mulia memerintahkan kita untuk menyantuni orang yang kehilangan harta
benda, kematian kerabat, maupun musibah lainnya. Tindakan tersebut merupakan
wujud kepedulian dan solidaritas (itsar), serta tolong- menolong (ta’awun)
antar warga masyarakat, baik muslim maupun non-muslim.
Dengan cara demikian rasa
persaudaraan (ukhuwah) akan semakin kokoh. Mereka yang ditimpa musibah tidak
dirundung kesedihan yang berlarut-larut dan tidak terjerembab dalam
keputusasaan, bahkan terhindar dari kemungkinan terpuruk dalam kemiskinan atau
kehilangan masa depan. Akan tetapi cara-cara penyantunan itupun harus sejalan
dengan syariat (QS 42:13). Tidak boleh mengandung unsur gharar(ketidakpastian),
maysir(untung-untungan), riba, dan hal-hal lain yang bersifat maksiat. Denga
kata lain, ta’awunharus diletakkan di atas nilai-nilai ketakwaan untuk
kebajikan, dan bukan pelanggaran hukum syariah yang dapat menimbulkan
pertentangan atau permusuhan. Hal ini sebagaimana perintah Allah dalam surat
Al-Maidah ayat 2: ”Saling tolong menolonglah kalian dalam kebajikan dan takwa,
dan jangan kalian saling tolong-menolong dalam dosa dan permusuhan”
Asuransi
syariah merupakan sistem alternatif, tepatnya pengganti, atas pola asuransi
konvensional yang menerapkan sistem atau akad pertukaran yang tidak sejalan
dengan syariat Islam. Pada sistem asuransi syariah, setiap peserta bermaksud
tolong-menolong satu sama lain dengan menyisihkan sebagian dananya sebagai
iuran kebajikan (tabarru’). Dana inilah yang digunakan untuk menyantuni
siapapun diantara peserta asuransi yang mengalami musibah. Jadi bukan dalam
bentuk akad pertukaran dianatara dua pihak, melainkan akad untuk saling
tolong-menolong (takaafuli) di antara semua peserta.
Seluruh dana
premi yang terhimpun dikelola oleh perusahaan untuk investasi, re-asuransi,
penyaluran manfaat asuransi, dan distribusi surplus operasi. Untuk semua jasa
pengelolaan ini, perusahaan meminta kontribusi peserta yang jumlahnya pasti dan
disetujui oleh peserta, serta bagian dari surplus operasi sesuai kesepakatan
perusahaan dengan peserta yang prosentase nisbahnya ditetapkan sejak awal.
(Sumber: "Takaful Asuransi Islam" oleh Tim Takaful)
7. Pengelolaan
Dana Asuransi Kesehatan Syariah
Di dalam
operasional asuransi syariah yang sebenarnya terjadi adalah saling bertanggung
jawab, bantu-membantu dan melindungi di antara para peserta sendiri. Perusahaan
asuransi diberi kepercayaan (amanah) oleh para peserta untuk mengelola premi,
mengembangkan dengan jalan yang halal, memberikan santunan kepada yang
mengalami musibah sesuai isi akta perjanjian tersebut.
Keuntungan perusahaan
asuransi syariah diperoleh dari bagian keuntungan dana dari para peserta, yang
dikembangkan dengan prinsip mudharabah(sistem bagi hasil). Para peserta
asuransi syariah berkedudukan sebagai pemilik modal dan perusahaan asuransi
syariah berfungsi sebagai yang menjalankan modal. Keuntungan yang diperoleh
dari pengembangan dana itu dibagi antara para peserta dan perusahaan sesuai ketentuan
yang telah disepakati.
Mekanisme pengelolaan dana
peserta (premi) terbagi dua sistem yaitu:
8. Sistem yang
mengandung unsur tabungan
Setiap peserta
wajib membayar sejumlah uang secara teratur kepada perusahaan. Besar premi yang
akan dibayarkan tergantung kepada kemampuan peserta. Akan tetapi perusahaan
menetapkan jumlah minimum premi yang dapat dibayarkan. Setiap peserta dapat
membayar premi tersebut, melalui rekening koran, giro atau membayar langsung.
Peserta dapat memilih cara pembayaran, baik tiap bulan, kuartal, semester
maupun tahunan.
Setiap premi
yang dibayar oleh peserta akan dipisah oleh perusahaan asuransi dalam dua
rekening yang berbeda, yaitu:
a. Rekening Tabungan, yaitu
kumpulan dana yang merupakan milik peserta, yang dibayarkan bila:
Ø •Perjanjian berakhir
Ø •Peserta mengundurkan diri
Ø •Peserta meninggal dunia
b. Rekening Tabarru’, yaitu
kumpulan dana yang diniatkan oleh peserta sebagai iuran kebajikan untuk tujuan
saling tolong-menolong dan saling membantu, yang dibayarkan bila:
Ø •Peserta meninggal dunia
Ø •Perjanjian telah berakhir
(jika ada surplus dana)
Kumpulan dana peserta ini
akan diinvestasikan sesuai dengan syariah Islam. Tiap keuntungan dari hasil
investasi, setelah dikurangi denagn beban asuransi (klaim dan premi re-asuransi),
akan dibagi menurut prinsip Al-Mudharabah. Prosentase pembagian mudharabah
(bagi hasil) dibuat dalam suatu perbandingan tetap berdasarkan perjanjian
kerjasama antara perusahaan dengan peserta.
2. Sistem yang tidak
mengandung unsur tabungan
Setiap premi
yang dibayar oleh peserta, akan dimasukkan dalam Rekening Tabarru’, yaitu
kumpulan dana yang diniatkan oleh peserta sebagai iuran kebajikan untuk tujuan
saling tolong-menolong dan saling membantu, dan dibayarkan bila:
Ø •Peserta meninggal dunia
Ø •Perjanjian telah berakhir
(jika ada surplus dana)
Kumpulan dana peserta ini
akan diinvestasikan sesuai dengan syariah Islam. Keuntungan dari hasil
investasi setelah dikurangi dengan beban asuransi (klaim dan premi
re-asuransi), akan dibagi antara peserta dan perusahaan menurut prinsip
Al-Mudharabah dalam suatu perbandingan tetap berdasarkan perjanjian kerjasama
antara perusahaan dengan peserta. (Sumber: "Takaful Asuransi Islam"
oleh Tim Takaful)
9. Pro
Kontra Asuransi Modern
Karena dirasa
sudah melenceng jauh dari prinsip awal tentang asuransi mutual, banyak pihak
dari kalangan Muslim yang merasa keberatan dengn praktek asuransi modern.
Kontrak asuransi ditolak oleh ulama atau kalangan terpelajar Islam dengan
berbagai alasan antara lain:
1. Asuransi modern
merupakan kontrak perjudian
2. Asuransi hanyalah
pertaruhan
3. Asuransi bersifat tidak
pasti
4. Asuransi jiwa adalah
alat dengan mana suatu usaha dilakukan untuk mengganti kehendak Tuhan
5. Dalam asuransi jiwa
jumlah premi tidak tentu, karena peserta asuransi tidak tahu berapa kali
cicilan yang akan dibayarkan sampai ia meninggal
6. Perusahaan asuransi
menginvestasikan uang yang dibayarkan oleh peserta asuransi dalam surat
berharga berbunga. Dalam hal asuransi jiwa si peserta asuransi atas kematiannya
berhak mendapatkan jauh lebih banyak dari jumlah yang telah dibayarkannya yang
merupakan riba
7. Seluruh bisnis asuransi
didasarkan pada riba yang hukumnya haram.
Jadi karena
berbagai alasan itulah para ulama dengan tegas menyatakan perang terhadap prkatek
asuransi modern. Para tokoh yang termasuk kontra asuransi modern antara lain :
Sayyid Sabiq, Abdullah al-Qalqii, Yusuf Qardhawi dan Muhammad Bakhii al-Muth’i
(Muslehuddin, 1999).
Ditengah derasnya hujatan
terhadap praktek asuransi modern ternyata ada beberapa ulama yang justru
mendukung pelaksanaan asuransi modern. Para ulama yang pro tehadap asuransi
modern tersebut berpendapat:
1. Asuransi
bukan perjudian juga bukan pertaruhan karena didasarkan pada mutualitas
(kebersamaan) dan kerja sama. Perjudian adalah suatu permainan keberuntungan
dan karenanya merusak masyarakat. Asuransi adalah suatu anugerah bagi umat
manusia, karena ia melindungi mereka dari bahaya yang mengancam jiwa dan harta
mereka dan memberikan keuntungan bagi perdagangan dan industri.
2.
Ketidakpastian dalam transaksi dilarang dalam Islam karena menyebabkan
perselisihan. Jelas dari ucapan Nabi saw bahwa kontrak penjualan dilarang bila
penjual tidak sanggup menyerahkan barang yang dijanjikan kepada pembeli karena
sifatnya yang tidak tentu. Kontrak asuransi adalah salah satu ganti rugi yang
sesuai dengan hukum Islam, karena telah diketahui jumlah hartanya.
3. Asuransi
jiwa bukan alat untuk menolak kekuasaan Tuhan atau menggantikan kehendak-Nya,
karena asuransi ini tidak menjamin suatu peristiwa yang tidak terjadi
tapisebaliknya mengganti kerugian kepada peserta asuransi terhadap
akibat-akibat dari suatu peristiwa atau resiko yang sudah ditentukan. Gerakan
kooperatiflah yang mengurangi kerugian akibat peristiwa tertentu dan itu
didukung oleh ayat Al Quran :”Dan tolong menolonglah kamu dalam
(mengerjakan)kebajikan dan taqwa dan janganlah tolong menolong dalam berbuat
dosa dan pelanggaran”.
4. Keberatan
mengenai tidak tentunya asuransi jiwa dalam arti bahwa peserta suransi tidak
mengetahui berapa banyak jumlah cicilan yang dibayarnya sampai kematiannya
adalah tidak beralasan.
5. Keberatan
mengenai riba dalam asuransi tak berguna sebab asuransi membolehkan peserta
asuransi untuk tidak menerima lebih dari yang telah dibayarnya.
Itulah secara ringkas
pendapat dari pihak ulama yang pro terhadap praktek asuransi modern. Mereka
juga menambahkan bahwasanya secara tidak langsung kontrak bantuan (‘aqd
al-muwalat) dalam Islam serupa dengan asuransi kewajiban. Para tokoh yang
setuju dengan asuransi modern antara lain:
Abd. Wahab Khalaf, Mustafa
Akhmad Zarqa, Muhammad Yusuf Musa, Abd Rakhman Isa.
Begitulah
seiring dengan perjalanan waktu perdebatan antara kaum pro dan kontra asuransi
terus berlangsung. Ditengah perdebatan sengit tersebut kemudian muncul kaum
yang moderat dalamarti mereka tidak langsung menolak asuransi modern namun juga
tidak langsung membenarkan. Kaum ini berpendapat bahwa:
1. Asuransi kendaraan untuk
perbaikannya tidak dilarang namun asuransi jiwa adalah semacam perjudian karena
tidak ada pembenaran bagi seseorang yang memberikan hanya sebagian dari suatu
jumlah untuk berhak mendapat seluruhnya jika ia meninggal (riba).
2. Sistem asuransi adalah
haram jika dilandasarkan pada riba. Jelas ada unsur ketidak pastiandan
kekacau-balauan dalam asuransi yang seringkali mengakibatkan kerugian bagi
individu dan keuntungan yang banyak bagi perusahaan.
3. Asuransi dalam segalan
jenisnya adalah contoh kerja sama dan berguna bagi masyarakat.
Berdasar
pandangan dari golongan ketiga inilah kemudian muncul pendapat bahwa asuransi
sosial diperbolehkan akan tetapi asuransi komersial adalah haram hukumnya.
Pendapat ketiga ini dianut antara lain oleh: Muhammda Abdu Zahrah.
10. Perbedaan
Asuransi Kesehatan Syariah dan Konvensional
1. Prinsip akad asuransi syariah
adalah takafuli (tolong menolong). Dimana nasabah yang satu menolong nasabah
yang lain yang tengah mengalami kesulitan. Sedangkan akad asuransi konvensional
bersifat tadabuli(jual beli antara nasabah dengan perusahaan).
Kontrak
atau Akad
Kejelasan
kontrak atau akad dalam praktik muamalah menjadi prinsip karena akan menentukan
sah atau tidaknya secara syariah. Demikian pula dengan kontrak antara peserta
dengan perusahaan asuransi.
Asuransi
konvensional menerapkan kontrak yang dalam syariah disebut kontrak jual beli
(tabaduli). Dalam kontrak ini harus memenuhi syarat-syarat kontrak jual-beli.
Ketidakjelasaan
persoalan besarnya premi yang harus dibayarkan karena bergantung terhadap usia
peserta yang mana hanya Allah yang tau kapan kita meninggal mengakibatkan
asuransi konvensional mengandung apa yang disebut gharar —ketidakjelasaan pada
kontrak sehingga mengakibatkan akad pertukaran harta benda dalam asuransi
konvensional dalam praktiknya cacat secara hukum. Sehingga dalam asuransi jiwa
syariah kontrak yang digunakan bukan kontrak jual belimelainkan kontrak tolong
menolong (takafuli). Jadi asuransi jiwa syariah menggunakan apa yang disebut
sebagai kontrak tabarru yang dapat diartikan sebagai derma atau sumbangan.
Kontrak ini adalah alternatif uang sah dan dibenarkan dalam melepaskan diri
dari praktik yang diharamkan pada asuransi konvensional.
Tujuan dari
dana tabarru’ ini adalah memberikan dana kebajikan dengan niat ikhlas untuk
tujuan saling membantu satu dengan yang lain sesama peserta asuransi syariah
apabila diantaranya ada yang terkena musibah.
Oleh karenanya dana
tabarru’ disimpan dalam satu rekening khsusus, dimana bila terjadi risiko, dana
klaim yang diberikan adalah dari rekening dana tabarru’ yang sudah diniatkan
oleh semua peserta untuk kepentingan tolong menolong.
2. Dana yang
terkumpul dari nasabah perusahaan asuransi syariah (premi) diinvestasikan
berdasarkan syariah dengan sistem bagi hasil (mudharabah). Sedangkan pada
asuransi konvensional investasi dana dilakukan pada sembarang sektor dengan
sistem bunga.
Kontrak
Mudharabah
Penjelasan di
atas, mengenai kontrak tabarru’ merupakan hibah yang dialokasikan bila terjadi
musibah. Sedangkan unsur di dalam asuransi jiwa bisa juga berupa tabungan.
Dalam asuransi jiwa syariah, tabungan atau investasi harus memenuhi syariah.
Dalam hal ini,
pola investasi bagi hasil adalah cirinya dimana perusahaan asuransi hanyalah
pengelola dana yang terkumpul dari para peserta. Secara teknis, al-mudharabah
adalah akad kerja sama usaha antara dua pihak dimana pihak pertama menyediakan
seluruh (100 persen) modal, sedangkan pihak lainnya menjadi pengelola.
Keuntungan usaha secara
mudharabah dibagi menurut kesepakatan yang dituangkan dalam kontrak, sedangkan
apabila rugi, ditanggung oleh pemilik modal selama kerugian tersebut bukan
akibat kelalaian di pengelola. Seandainya kerugian itu diakibatkan karena
kecurangan atau kelalian si pengelola, maka pengelola harus bertanggung
jawab atas kerugian tersebut.
Kontrak bagi
hasil disepkati didepan sehingga bila terjadi keuntungan maka pembagiannya akan
mengikuti kontrak bagi hasil tersebut. Misalkan kontrak bagi hasilnya adalah
60:40, dimana peserta mendapatkan 60 persen dari keuntungan sedang perusahaan
asuransi mendapat 40 persen dari kuntungan.
Dalam kaitannya dengan
investasi, yang merupakan salah satu unsur dalam premi asuransi, harus memenuhi
syariah Islam dimana tidak mengenal apa yang biasa disebut riba. Semua asuransi
konvensional menginvestasikan dananya dengan mekanisme bunga. Dengan demikian
asuransi konvensional susah untuk menghindari riba.
Sedangkan
asuransi syariah daolam berinvestasi harus menyimpan dananya ke berbagai
investasi berdasarkan syariah Islam dengan sistem al-mudharabah.
3. Premi yang
terkumpul diperlakukan tetap sebagai dana milik nasabah.
Perusahaan hanya sebagai
pemegang amanah untuk mengelolanya. Sedangkan pada asuransi
4.
Konvensional, premi menjadi milik perusahaan dan perusahaanlah yang memiliki
otoritas penuh untuk menetapkan kebijakan pengelolaan dana tersebut.
5. Bila ada
peserta yang terkena musibah untuk pembayaran klaim nasabah dana diambilkan
dari rekening tabarru’ (dana sosial) seluruh peserta yang sudah diikhlaskan
untuk keperluan tolong menolong. Sedangkan dalam asuransi konvensional dan
pembayaran klaim diambil dari rekening milik perusahaan.
Tidak
Ada Dana Hangus
Pada asuransi
konvensional dikenal dana hangus, dimana peserta tidak dapat melanjutkan
pembayaran premi dan ingin mengundurkan diri sebelum masa jatuh tempo. Begitu
pula dengan asuransi jiwa konvensional non-saving (tidak mengandung unsur
tabungan) atau asuransi kerugian, jika habis msa kontrak dan tidak terjadi
klaim, maka premi asuransi yang sudah dibayarkan hangus atau menjadi keuntungan
perusahaan asuransi.
Dalam konsep asuransi
syariah, mekanismenya tidak mengenal dana hangus. Peserta yang baru masuk
sekalipun karena satu dan lain hal ingin mengundurkan diri, maka dana atau
premi yang sebelumnya sudah dibayarkan dapat diambil kembali kecuali sebagian
kecil saja yang sudah diniatkan untuk dana tabarru’ yang tidak dapat diambil.
Begitu pula
dengan asuransi syariah umum, jika habis masa kontrak dan tidak terjadi klaim,
maka pihak perusahaan mengembalikan sebagian dari premi tersebut dengan pola
bagi hasil, misalkan 60:40 atau 70:30 sesuai dengan kesepakatan kontrak di
muka. Dalam hal ini maka sangat mungkin premi yang dibayarkan di awal tahun
dapat diambil kembali dan jumlahnya sangat bergantung dengan tingkat investasi
pada tahun tersebut.
6. Keuntungan
investasi di bagi dua antara nasabah selaku pemilik dana dengan perusahaan
selaku pengelola dengan prinsip bagi hasil.
Sedangkan dalam asuransi
konvensional keuntungan sepenuhnya menjadi milik perusahaan. Jika tidak ada
klaim nasabah tak memperoleh apa-apa.
7. Adanya Dewan
Pengawas Syariah dalam perusahaan asuransi syariah yang merupakan suatu
keharusan. Dewan ini berperan dalam mengawasi manajemen produk serta kebijakan
investasi supaya senantiasa sejalan dengan syariat Islam. Adapun dalam asuransi
konvensional maka hal itu tidak mendapat perhatian. (Sumber: Sinar Harapan)
Solidaritas,
Transparansi, dan Konsistensi
Fenomena
asuransi kesehatan syariah adalah fenomena yang unik (al-ghuraba) di tengah
arus ekonomi yang kapitalistik dan individualistik. Secara finansial, sistem
asuransi syariah memungkinkan perolehan (manfaat) yang lebih baik.
Bersamaan dengan itu,
semangat solidaritas pun dipupuk melalui iuran kebajikan (tabarru’) peserta
asuransi.
Sistem
tabarru’dan bagi hasil (mudharabah) yang ditetapkan dalam pola operasional
asuransi syariah mengharuskan adanya transparansi di dalam status dana dan
pengelolaannya. Demikian pula dalam hal kontribusi biaya pengelolaan, yang
disisihkan sedikit dari premi tahun pertama saja, ditetapkan dengan jelas dan
menjadi bagian dari kesepakatan peserta. Oleh karena itu sejak awal peserta
mengetahui dengan jelas komponen premi yang disetorkannya, yaitu tabarru’(iuran
kabajikan), tabungan (hak mutlak peserta), dan kontribusi biaya pengelolaan
(30% premi tahun pertama). Selain itu, peserta dapat melihat perkembangan dari
waktu ke waktu perkembangan nilai tunai polisnya, yakni akumulasi tabungan dan
bagi hasilnya. Oleh karenanya ketika peserta bermaksud mengundurkan diri dalam
masa perjanjian karena sesuatu hal, nilai tunai yang dapat diterimanya dapat
dihitung nilainya dan jelas sumbernya (berasal dari tabungan dan bagi
hasilnya). Demikian pula halnya klaim meninggal yang diterima oleh ahli waris
peserta, terdiri dari manfaat asuransi atau santunan kebajikan (bersumber dari
tabarru- tabarru’ peserta), tabungan yang sudah disetorkan dan bagi hasil
tabungannya itu.
Dalam hal
investasi, selain pertimbangan profitabilitas, kesesuaian usaha dengan
ketentuan syariah merupakan faktor penentu keputusan investasi. Oleh karena itu
peran Dewan Pengawas Syariah menjadi sangat penting di dalam dinamika
pengembangan usaha asuransi syariah, hal yang tidak ditemukan di dalam asuransi
konvensional. Tidak keliru jika dikatakan bahwa operasionalisasi asuransi
syariah seperti diuraikan di atas dan keterlibatan Dewan Pengawas Syariah di
dalam keseluruhan mata rantai aktivitas dan produk asuransi syariah
menggambarkan konsistensi asuransi syariah sebagai sebuah sistem ta’awun
(kerjasama tolong-menolong) yang berpijak pada nilai-nilai syariah Islam.
(Sumber: "Takaful Asuransi Islam" oleh Tim Takaful)
Akhirnya,
asuransi syariah saat ini mulai menunjukkan keberadaannya sebagai alternatif
pilihan bahkan solusi proteksi bagi pemeluk agama Islam yang menginginkan
produk yang sesuai dengan hukumIslam. Produk asuransi syariah juga bisa menjadi
pilihan bagi pemeluk agama lain yang memandang konsep syariah adil bagi mereka.
Syariah adalah sebuah prinsip atau sistem yang bersifat universal dimana dapat
dimanfaatkan oleh siapapun (Sumber: Sinar Harapan).
PENUTUP
1. Kesimpulan
Asuransi
kesehatan syariah, di dalam operasionalnya memegang prinsip saling bertanggung
jawab, bantu-membantu dan melindungi di antara para peserta sendiri. Perusahaan
asuransi diberi kepercayaan (amanah) oleh para peserta untuk mengelola premi,
mengembangkan dengan jalan yang halal, memberikan santunan kepada yang
mengalami musibah sesuai isi akta perjanjian tersebut.
Prinsip-prinsip ini
menjadikan asuransi syariah berbeda dengan asuransi konvensional yang sudah
berkembang sebelumnya. Sehingga,
fenomena asuransi kesehatan syariah menjadi fenomena yang unik (al-ghuraba) di
tengah arus ekonomi yang kapitalistik dan individualistik. Secara finansial,
sistem asuransi syariah memungkinkan perolehan (manfaat) yang lebih baik.
Bersamaan dengan itu, semangat solidaritas pun dipupuk melalui iuran kebajikan
(tabarru’) peserta asuransi.
Prinsip-prinsip tersebut
pula yang menjadikan asuransi syariah sebagai solusi dari pro kontra asuransi
modern yang berkembang saat ini. Karena nilai-nilai yang dibawa oleh asuransi
syariah, sebagai salah satu instrumen keuangan syariah, adalah nilai-nilai
Islam yang bersifat universal.
2. Saran
Sebagai salah
satu solusi permasalahan keuangan umat, asuransi syariah yang berkemabang
sekarang patut mendapat dukungan. Peran aktif kita sebagai mahasiswa ,muslim
khususnya, tentu diperlukan dalam menyosialisasikan sistem ini kepada
masyarakat luas, selain itu sumbangan pikiran dan tenaga juga dibutuhkan untuk
mengembangkan sistem yang sudah ada menjadi lebih baik di masa akan datang.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. Mengenal Konsep
Dasar Asuransi Syariah. www.sinarharapan.co.id [12 Januari 2010].
Darmawati. 2008. Info
Syariah. darmawati@takaful.com [12 Januari 2010].
Haryanto, Joko Tri. Wacana
Mengenai Asuransi Syariah.
http://www.google.com/kajian_asuransisyariah.pdf
[12 Januari 2010].
Fatwa Dewan Syari'ah
Nasional Majelis Ulama Indonesia No: 21/DSN-MUI/X/2001 tentang Pedoman Umum
Asuransi Syariah.
Fatwa Dewan Syari'ah
Nasional Majelis Ulama Indonesia No: 53/DSN-MUI/III/2006 tentang Tabarru' pada
Asuransi Syari'ah.
Muslehuddin, Muhammad.
1999. Menggugat Asuransi Modern. Lentera: Jakarta.
Nirmala, Yusma. et al.
2006. Mangapa harus Asuransi Syariah?. Majalah ReInfokus. April 2006.
darmawati@takaful.com [12 Januari 2010].
Rahman, Afzalur. 2003.
Doktrin Ekonomi Islam Jilid 4. Dana
Bhakti Waqaf: Yogyakarta.
Tim Takaful. Takaful
Asuransi Islam. darmawati@takaful.com [12 Januari 2010].
Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian.
Comments