Proposal/SKRIPSI operatif sectio caesarea


DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL................................................................................................... i
HALAMAN PERSETUJUAN..................................................................................   ii
KATA  PENGANTAR..............................................................................................  iii
DAFTAR ISI............................................................................................................  iv

BAB I        PENDAHULUAN

1.1.  Latar Belakang.................................................................................... 1
1.2.  Rumusan Masalah................................................................................ 5
1.3.  Tujuan Penelitian................................................................................. 6
1.4.  Manfaat Penelitian............................................................................... 7

BAB II       TINJAUAN PUSTAKA

2.1.    Konsep Persalinan.............................................................................. 8
2.2.    Karakteristik Ibu Bersalin Dengan Penyulit....................................... 8
2.3.    Penyulit Dalam Persalinan................................................................ 10
2.4.    Obstetrik Operatif Sectio Cesarea.................................................... 15
2.5.    Perawatan Ibu Dengan Tindakan Operatif Sectio Caesarea............ 18
2.6.    Kerangka Konseptual....................................................................... 20
2.7.    Definisi Operasional......................................................................... 20
2.8.    Hipotesis........................................................................................... 21

BAB III     METODE PENELITIAN

3.1.    Lokasi Dan Objek Penelitian............................................................ 23
3.2.    Populasi dan Sampel......................................................................... 23
3.3.    Desain Penelitian.............................................................................. 24
3.4.    Teknik Pengumpulan Data............................................................... 24
3.5.    Pengolahan Data............................................................................... 25
3.6.    Teknik Analisa Data......................................................................... 25
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN



BAB I
PENDAHULUAN

1.1.   Latar Belakang

Pembangunan Kesehatan Nasional  menuju Indonesia sehat tahun 2010 adalah bertujuan untuk  meningkatkan kesehatan masyarakat,  kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang  agar terwujud derajat  kesehatan masyarakat yang optimal, sehingga  terciptanya bangsa dan negara yang sejahtera ditandai dengan penduduknya yang tumbuh dalam lingkungan dan berprilaku hidup sehat, serta memiliki kemampuan dalam menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu, adil dan merata diseluruh Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (Depkes RI,  1999).

Dalam Undang-Undang Kesehatan No. 23 tahun 1992 disebutkan bahwa, pembangunan kesehatan nasional diarahkan untuk mempertinggi derajat kesehatan. Dengan menitikberatkan pada pembangunan dan pembinaan sumberdaya manusia Indonesia sebagai modal bagi pelaksanaan pembangunan, yang pada hakekatnya pembangunan bangsa Indonesia seutuhnya                 (Diknas, 1992).

Realisasi pembangunan kesehatan Indonesia di laksanakan dalam bentuk upaya-upaya kesehatan yang ditetapkan berdasarkan standar pengukuran atau indikator kesehatan. Adapun indikator utama untuk mengukur derajat kesehatan masyarakat, salah satunya adalah angka kematian ibu (AKI) dan angka kematian Bayi (AKB),  yang berkaitan erat dengan kehamilan dan persalinan.

Berdasarkan perhitungan statistik dalam rencana pembangunan dibidang kesehatan dinyatakan bahwa, angka kematian ibu pada tahun 1994 telah mengalami penurunan yang cukup berarti, yaitu dari 546 per 100.000 kelahiran hidup, menjadi 390 per 100.000 kelahiran hidup. Akan tetapi angka tersebut masih tinggi 3-6 kali angka kematian ibu di negara-negara  ASEAN  atau lebih dari 50 kali angka kematian ibu di negara-negara maju (Depkes RI, 1999).

Salah satu sasaran pembangunan nasional yang ditetapkan untuk tahun 2010, adalah menurunkan angka kematian ibu menjadi 125 per 100.000 kelahiran hidup. Hal ini sejalan dengan kebijakan Departemen Kesehatan Republik Indonesia yaitu dalam  upaya mempercepat penurunan angka kematian ibu mengacu kepada intervensi strategis dengan empat pilar “Safe Mother Hood” Dari keempat pilar tersebut cakupan pelayanan obstetri esensial yang masih cukup rendah dan pelayanannya belum optimal, karena mengingat kira-kira 95 % kematian ibu melahirkan disebabkan komplikasi obstetri yang tak dapat diperkirakan sebelumnya. Hal ini perlu mendapatkan perhatian dari pihak-pihak terkait secara serius (Diknas,  1992).

Dengan demikian, prinsip utama manajemen program kesehatan ibu adalah pengenalan secara dini terhadap komplikasi kehamilan dan persalinan, dengan memberikan perhatian terhadap kesehatan ibu secara komprehensif dan berkesinambungan sejak masa awal terjadi masa konsepsi sehingga melahirkan. Persalinan adalah proses  pengeluaran hasil konsepsi  (janin dan uri) yang telah cukup bulan atau dapat hidup di luar kandungan, melalui jalan lahir atau melalui jalan lain, dengan bantuan atau dengan tanpa bantuan (Hanifa  W,  1996).

Persalinan dikatakan normal apabila ketiga faktor pendukung persalinan Power, Passenger dan Passage dapat bekerja sama dengan baik, sehingga persalinan berlangsung spontan, aterm dan hidup tanpa mendapat intervensi dan persalinan dapat berjalan secara mulus.  Sebaliknya persalinan dengan penyulit, merupakan tidak adanya kemajuan dari persalinan yang terjadi akibat adanya kelainan yang mempengaruhi jalannya persalinan (Rustam Muchtar, 1998).

Reas (1946) dikutip oleh Rustam Muchtar (1998) menjelaskan bahwa penyulit persalinan atau adanya  persalinan dengan penyulit pada ibu akan sangat berpengaruh terhadap psikologis ibu, yang akan memperberat keadaan ibu dan berakibat semakin lamanya proses persalinan. Untuk mencapai Well Born Baby dan Well Health Mother pada ibu dengan penyulit persalinan menurut Rustam Muchtar (1998) perlu dilakukan Obstetri Operatip Sectio Caesarea, untuk mengakhiri persalinan. Jacob Nefer, Orang yang pertama kali melakukan Sectio Caesarea telah dapat menyelamatkan janin dan ibu dengan membuat sayatan pada dinding uterus melalui dinding depan perut.

Pada tahun 1981 frekuensi Sectio Caesarea di negara-negara maju telah mencapai 7-10% dan dari 3059 kasus di Amerika pada tahun 1998 sebelum di koreksi mencapai 17 %, tetapi setelah dilakukan koreksi menjadi 0,58 %, selanjutnya dari 100 persalinan hanya 1,03 % terjadi rupture uteri                  (Hanifa  W,  1996).

Adapun komplikasi-komplikasi yang mungkin terjadi setelah tindakan Obstetri Operatif Sectio Caesarea, sehingga dapat memperpanjang hari perawatan, adalah sebagai berikut : 1). Infeksi peurperal, komplikasi ini bisa bersifat ringan seperti peningkatan suhu tubuh selama beberapa hari dalam masa nifas, atau bersifat berat seperti peritonitis dan atau sepsis. Infeksi paska pembedahan  dapat terjadi apabila sebelum pembedahan telah ada tanda-tanda infeksi intra partum atau ada faktor-faktor yang merupakan predisposisi terhadap kelainan ibu sebelumnya, misalnya partus lama setelah ketuban pecah atau tindakan vaginal yang berulang. 2). Perdarahan, perdarahan banyak terjadi pada waktu pembedahan, jika ada  pembuluh darah yang terpotong atau terluka karena atonia uteri. 3). Komplikasi-komplikasi lain seperti luka kandung kemih, embolisme paru dan sebagainya, meskipun komplikasi jenis ini jarang terjadi.      4). Suatu komplikasi yang baru kemudian tampak ialah kurang kuatnya jaringan parut pada dinding uterus sehingga pada kehamilan berikutnya bisa terjadi ruptura uteri ( Abdul Bari S,  2002).

Dari hasil  survei pendahuluan di lokasi rencana penelitian (Rumah Sakit Umum Daerah Curup) dapat diperoleh gambaran secara umum lamanya hari perawatan pada ibu bersalin dengan penyulit terutama yang dilakukan tindakan Obstetri Operatif Sectio Caesarea. Sejak bulan Juni 2004 hingga Mei 2005, angka kejadian persalinan dengan penyulit mencapai 167  kasus atau rata-rata 14 kasus perbulan, dan dari jumlah kasus tersebut  lebih dari 60 % (130 kasus) dilakukan tindakan operatif sectio caesarea. Sedangkan bila dilihat dari lamanya hari perawatan, setiap kasus persalinan dengan penyulit yang dilakukan tindakan operatif sectio caesarea rata-rata 5-7 hari. Lamanya hari perawatan bagi ibu bersalin dengan penyulit yang dilakukan tindakan operatif sectio caesarea, bila dibandingkan dengan lamanya hari perawatan ibu bersalin yang tidak dilakukan tindakan operatif sectio caesarea, atau dilakukan tindakan medis lain seperti forsep, atau vacum, menunjukkan makna yang significant,  yaitu bila dilakukan tindakan operatif sectio caesarea  lamanya hari perawatan dapat dipersingkat hingga 3-5 kali bila dibandingkan dengan tidak dilakukan tindakan operatif sectio caesarea.

Akan tetapi survei tersebut sifatnya tidak terlalu mendalam dan tidak meliputi seluruh sasaran maka belum dapat menggambarkan tentang Hubungan antara faktor penyulit persalinan dengan tindakan obstetri operatif sectio caesarea terhadap lamanya hari perawatan.


1.2.   Masalah Penelitian

Dengan memperhatikan latar belakang masalah yang telah dituliskan, maka dapat dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut “faktor-faktor apakah yang berhubungan dengan lamanya hari perawatan pada pasien bersalin dengan penyulit yang di lakukan  tindakan obstetri operatif sectio caesarea.


1.3.   Tujuan Penelitian

1.3.1.    Tujuan umum

Mempelajari faktor-faktor yang berhubungan dengan lamanya hari perawatan pada pasien bersalin dengan penyulit yang dilakukan tindakan operatif sectio caesarea.

1.3.2.    Tujuan khusus

1.3.2.1.      Untuk mengetahui apakah  faktor-faktor penyulit persalinan yang berhubungan dengan lamanya hari perawatan

1.3.2.2.      Untuk mengetahui apakah jenis  tindakan obstetric operatif cectio caesarea pada ibu yang mengalami penyulit persalinan

1.3.2.3.      Untuk mengetahui apakah ada hubungan antara Faktor-faktor penyulit persalinan dengan tindakan obstetri operatif sectio caesarea terhadap lamanya hari perawatan.


1.4.   Manfaat Penelitian     

1.4.1.      Institusi Rumah Sakit

Sebagai masukan dalam memberikan pelayanan yang terbaik bagi klien dan informasi penelitian terhadap profesionalisme Keperawatan, meningkatkan pengetahuan perawat tentang penyulit persalinan  dan. Sebagai perawat pelaksana untuk mengembangkan wawasan dalam menjalankan profesionalisme keperawatan di lahan praktik, guna meningkatkan derajat kesehatan ibu dan menurunkan angka kematian ibu melahirkan serta mempersingkat hari perawatan bagi ibu.

1.4.2.      Institusi Pendidikan

Sebagai informasi penelitian yang dapat digunakan sebagai rekomendasi penelitian selanjutnya.

1.4.3.      Peneliti

Mengembangkan dan memperluas wawasan di bidang pelayanan  keperawatan khususnya di ruang rawat inap.

1.4.4.      Ibu sebagai Responden

Menambah pengetahuan ibu untuk dapat mengenal secara dini tentang komplikasi kehamilan dan persalinan.

    BAB  II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1.  Konsep Persalinan

Persalinan adalah proses pengeluaran hasil konsepsi (janin dan uri) yang telah cukup bulan atau dapat hidup di luar kandungan melalui jalan lahir atau melalui jalan lain dengan bantuan atau tanpa bantuan.
Persalinan normal yaitu pengeluaran hasil konsepsi yang didukung oleh ketiga faktor penting dalam persalinan yang terdiri dari  power,  passenger dan passage telah membuktikan kerjasama yang baik sehingga persalinan berlangsung spontan, aterm dan hidup tanpa mendapat intervensi dan persalinan berjalan mulus.
Sedangkan yang dimaksud dengan persalinan dengan penyulit adalah suatu keadaan tidak adanya kemajuan dari persalinan yang terjadi akibat adanya kelainan yang mempengaruhi jalannya persalinan sehingga memerlukan intervensi persalinan untuk mencapai “Well Born Baby dan Well Health Mother” (Abdul Bari S, 2002).

2.2. Karakteristik Ibu Bersalin Dengan Penyulit

2.2.1.      Umur

Sebagai Unsur biologis dari seseorang yang menunjukkan tingkat kematangan organ-organ fisik pada manusia, semakin tinggi usia seseorang maka proses perkembangan seseorang semakin matang               (Atkinson, 1993).
Sedangkan menurut Brunner & Suddart (1996) menyatakan bahwa semakin tua usia seseorang maka kelenturan jaringan akan berkurang, sehingga akan mempengaruhi proses penyembuhan luka                             (Smeltzer, Suzanne C & Brenda, 2001).

2.2.2.      Status persalinan

Pada seorang wanita dengan persalinan ke dua dan seterusnya organ reproduksi cenderung lebih baik dari yang pertama. Hal ini menunjukkan bahwa semua organ reproduksi di perlukan “Trial runs” atau latihan sebelumnya untuk mencapai kemampuan yang optimal. Seorang ibu yang belum berpengalaman melahirkan akan mempunyai banyak hambatan dalam persalinan (Ibrahim G J, 1996). Sedangkan menurut Hanifah (1997) menjelaskan bahwa, persalinan dengan penyulit sering ditemukan pada primigravida tua terutama kelainan persalinan yang disebabkan oleh kelainan his, kehamilan ganda atau hydramion.     (Hanifah ,1997).

2.2.3.      Sosial budaya

Menurut Hamilton (1989), kebudayaan dan agama akan mempengaruhi harapan, nilai-nilai dan respon ibu dalam proses persalinan. Respon negatif ibu terhadap persalinan akan menghambat proses persalinan itu sendiri (Hamilton, 1989).

2.2.4.      Status gizi

Status  gizi dan heriditer juga memegang peranan penting, (Hamilton, 1989). Hal ini sesuai dengan pernyataan  Mary E ( 1993) yang menyatakan bahwa, kebutuhan protein selama kehamilan sangat meningkat, Protein berfungsi untuk menghasilkan jaringan baru  dan pembentukan protein-protein baru yang lain. Kekurangan gizi disamping akan menyebabkan penurunan daya tahan tubuh juga akan memungkinkan  seseorang akan lebih rentan terhadap invasi bakteri atau virus.  Selain itu proses penyembuhan luka akan terhambat sebagai akibat tidak terbentuknya protein-protein baru ( Beck Mary E , 1993).

 

2.3. Penyulit Dalam Persalinan

Menurut Hamilton (1989), kebudayaan dan agama akan mempengaruhi harapan, nilai-nilai dan respon ibu dalam proses persalinan. Respon negatif ibu terhadap persalinan akan menghambat proses persalinan itu sendiri (Hamilton, 1989).
Hanifah (1997), menjelaskan bahwa persalinan dengan penyulit sering ditemukan pada primigravida tua terutama kelainan persalinan yang disebabkan oleh kelainan his, kehamilan ganda atau hydramion, disamping itu faktor  status gizi dan herediter juga memegang peranan penting, selain itu faktor emosi (ketakutan dan lain-lain).
Penyebab penyulit persalinan dapat dibagi menjadi tiga golongan yaitu;                                                                                                   penyulit yang terjadi akibat kelainan tenaga atau kekuatan His, Kelainan janin dan kelainan jalan lahir (Hanifah  W,  1997).
Pendapat lain yang sejalan, menjelaskan secara rinci penyulit persalinan adalah sebagai berikut : 1). Kelainan Tenaga atau Kelainan His,. His yang tidak normal dalam kekuatan atau sifatnya akan menyebabkan terjadinya rintangan pada jalan lahir yang lazim terdapat pada setiap persalinan, bila keadaan ini berlanjut atau tidak dapat diatasi maka persalinan akan mengalami kemacetan. Penyebab lain yang menjadi penyulit dalam persalinan adalah kekuatan yang mendorong anak lahir. Penyulit ini terjadi karena : a). Inertia Uteri atau kelainan pada his, merupakan penyebab terpenting dari penyulit persalinan. b). Karena kurang kekuatan ibu mengejan,  yang dapat terjadi karena adanya sikatrik pada dinding abdomen, hernia,  Diastesis Recti Abdominalis atau sesak nafas (Bagian Obsgin FK Unpad,  1982). Kelainan tenaga atau His, sering dijumpai pada primigravida tua. sedangkan inertia uteri,  sering ditemui pada multi gravida atau grande multi, Faktor heriditer, emosi dan ketakutan memegang peranan penting,  keadaan ini juga bisa muncul akibat salah dalam pemimpinan persalinan atau salah pemberian obat-obatan seperti oksitoksin dan obat-obatan penenang.  Penyebab lain karena bagian bawah segmen bawah rahim yang sering dijumpai kesalahan–kesalahan letak janin dan disproporsi cefalopelvik, dan kelainan uterus misalnya uterus bikornis unikolis serta kehamilan postmatur  (Hanifa  W,  1996).
Penanganan untuk penyulit persalinan akibat kelainan tenaga atau kekuatan His dapat dilakukan melalui pengobatan pendahuluan atau dengan regimen dehidrasi serta mengevaluasi secara keseluruhan terhadap sebab-sebab terjadinya kelainan. Kemudian dilanjutkan dengan regimen terafi (R. Efendi,  1998).
Bila inertia uteri disertai dengan disproporsi sefalopelvik, maka sebaiknya dilakukan sectio caesarea, demikian juga apabila his kuat tapi terjadi inertia skunder, ibu lemah dan persalinan telah berlangsung lebih dari  24 jam pada primi dan 18 jam pada multi, maka pemberian oksitosin dihentikan dan segera dilakukan ekstraksi vakum atau forsep atau sectio caesarea. 2). Kelainan Janin,  Persalinan yang mengalami gangguan atau kemacetan karena kelainan letak dan presentasi atau posisi janin.  Salah satu sebab terjadinya posisi oksiput persistens ialah usaha penyesuaian kepala terhadap bentuk dan ukuran panggul, misalnya apabila diameter antero-posterior panggul lebih panjang dari diameter tranversa  atau Segmen depan menyempit seperti pada panggul android (Manuaba, 1998).
Muara ubun-ubun kecil akan mengalami kesulitan memutar kedepan.  Sebab-sebab lain ialah otot-otot dasar panggul yang sudah lembek pada multipara atau kepala janin yang kecil bulat, sehingga tidak ada paksaan pada belakang kepala untuk memutar kedepan (Hanifa  W,  1996).
Dalam menghadapi persalinan dengan ubun-ubun kecil di belakang sebaiknya dilakukan pengawasan persalinan, dan persalinan spontan masih mungkin  untuk diharapkan. upaya mempercepat persalinan dilakukan sebaiknya apabila kala II sudah cukup lama atau adanya tanda-tanda gawat janin (Manuaba, 1998).
Kelainan dalam bentuk janin merupakan penyebab selanjutnya, pada panggul normal,  meskipun janin dengan berat badan 4500 gram,  Pada umumnya tidak menimbulkan kesukaran dalam persalinan. Kesukaran persalinan dapat terjadi karena kepala yang besar atau lebih keras (pada Post Matur) tidak dapat memasuki Pintu Atas Panggul atau karena bahu yang lebar sulit untuk melalui rongga panggul ( Manuaba,  1998).
Tindakan sectio caesarea perlu dipertimbangkan untuk penyulit persalinan akibat kelainan dalam bentuk janin terutama pada disproporsi cefalopelvik, karena janin besar, keadaan lain hanya perlu dilakukan tindakan efisiotomi mediolateral atau pada keadaan janin mati  dilakukan kleidotomi pada satu atau kedua klavikula untuk memperkecil kemungkinan perlukaan jalan lahir. 3) Kelainan Jalan Lahir, keadaan  panggul merupakan faktor penting dalam kelangsungan persalinan, tetapi yang tidak kalah penting ialah hubungan antara kepala janin dengan panggul. Besarnya   kepala janin dalam perbandingan dengan luasnya panggul ibu menentukan apakah ada disproporsi sefalopelvik atau tidak. Masih ada faktor-faktor lain yang ikut menentukan apakah persalinan pervaginam akan berlangsung dengan baik atau tidak, akan tetapi faktor-faktor ini baru dapat diketahui pada waktu setelah persalinan (Hanifah W, 1997).
Kelainan dalam ukuran dan bentuk jalan lahir  bisa menghalangi persalinan atau menyebabkan kemacetan, hal ini dapat terjadi akibat  kelainan panggul. Caldwell dan Moloy, menjelaskan faktor ras dan sosial ekonomi, frekwensi dan ukuran-ukuran  jenis-jenis panggul  sangat berpengaruh terhadap kelainan panggul.
Pada panggul dengan ukuran normal, apapun jenisnya Persalinan pervaginam,  janin dengan berat badan normal tidak mengalami kesukaran,  akan tetapi karena pengaruh gizi, lingkungan atau hal-hal lain, ukuran-ukuran panggul dapat menjadi lebih kecil dari pada standar sehingga bisa terjadi kesulitan dalam persalinan pervaginam, terutama kelainan pada panggul android dapat menyebabkan distosia yang sukar diatasi.
Penyebab lain kelainan jalan lahir terjadi karena adanya kelainan pada Traktus Genitalis yang disebabkan oleh edema, stenosis dan tumor, edema bisa timbul pada waktu hamil, biasanya merupakan gejala preeklampsi. Akan tetapi dapat pula disebabkan oleh hal lain misalnya gangguan gizi, akibat mengejan terus pada persalinan lama. Kelainan ini umumnya jarang merupakan rintangan bagi kelahiran pervaginam (Manuaba,  1998).
Untuk mengatasi penyulit persalinan akibat kelainan jalan lahir terdapat dua tindakan yaitu sectio caesarea dan persalinan percobaan. sectio caesarea, dilakukan secara efektif atau primer yakni sebelum persalinan dimulai atau pada awal persalinan. Sedangkan secara skunder, dilakukan setelah persalinan berlangsung selama beberapa waktu.
Sectio Caesarea secara efektif direncanakan lebih dahulu dan dilakukan pada kehamilan cukup bulan,  karena kesempitan panggul yang cukup berat atau karena terdapat disproporsi cefalopelvik yang nyata. Selain sectio caesarea dilakukan pada panggul sempit  ringan apabila ada faktor-faktor lain yang merupakan komplikasi, seperti primigravida tua, kehamilan pada wanita yang mengalami infertilitas yang lama,  penyakit jantung dan lain-lain.
Sectio caesarea sekunder dilakukan karena persalinan percobaan dianggap gagal atau karena timbul indikasi untuk menyelesaikan persalinan selekas mungkin, sedangkan syarat-syarat untuk persalinan pervaginam  belum terpenuhi.
Persalinan percobaan dilakukan apabila kekuatan dan daya akomodasi his cukup kuat,  janin harus berada dalam presentasi kepala dan tua kehamilan tidak lebih dari 42 minggu.
Persalinan percobaan dilakukan dengan pengawasan yang seksama terhadap keadaan ibu dan janin,  pada persalinan agak lama perlu dijaga adanya bahaya dehidrasi dan asidosis pada Ibu, dan perlu di usahakan supaya Ibu dapat beristirahat cukup serta tidak banyak komplikasi (Hanifah W, 1997).
Keberhasilan mengakhiri kehamilan dan persalinan, selain ditentukan oleh tiga faktor utama dalam persalinan yaitu Power, Passenger dan passage, keberadaan mental dan emosional Ibu atau sering disebut Psikhe juga sangat mempengaruhi. sebab ketidak tahuan akan menyebabkan  kegelisahan pada Ibu serta  munculnya respon endokrin yang berakibat retensi Natriumeksresi Kalium dan penurunan glukosa darah yang dibutuhkan untuk kontraksi uterus. respons-respon ini diekskresikan norefinefrin, yang menyebabkan peningkatan atau tak terkoordinasinya aktifitas uterus (Hamilton MP ,1998).


2.4. Obstetrik Operatif Sectio Cesarea

Kebanyakan obstetri operatif terpaksa dilakukan tanpa direncanakan sebelumnya,  karena sebagian besar Ibu bersalin dengan penyulit adalah rujukan dari luar rumah sakit,  akan tetapi ada beberapa kasus dilakukan secara terencana misalnya pada Ibu dengan panggul sempit, Plasenta previasectio ulang (repert section). Oleh karena itu umumnya persiapan operasi tidak sempurna seperti operasi lainnya.
Obstetri operatif untuk mengakhiri persalinan dilakukan melalui dua cara  yaitu pervaginam atau perabdominal, obstetri operatif pervaginam tidak jauh berbeda dengan persalinan biasa kecuali harus disiapkan alat-alat pertolongan bila diperlukan pembiusan. Sedangkan Obstetri operatif  perabdominal memerlukan anestesi umum.
Istilah sectio caesarea berasal dari bahasa latin yaitu caedere yang artinya memotong,  pengertian ini semula dijumpai dalam Roman Law (Lex Regia) dan Emperors Law ( Lex Caesarea),  yaitu undang-undang yang menghendaki supaya janin dalam kandungan Ibu-ibu yang telah meninggal  harus dikeluarkan dari rahim.
Sectio caesarea pertama kali dilakukan oleh Jacob Nufer. Dewasa ini sectio caesarea jauh lebih aman karena adanya antibiotik, transfusi darah,  anestesi dan tehnik operasi yang lebih sempurna (Hanifah W, 1997).
Secara defenisi sectio caesarea adalah suatu cara melahirkan janin dengan membuat sayatan pada dinding uterus melalui dinding depan perut atau  vagina . pengertian lain sectio caesarea adalah suatu  histerotomia untuk melahirkan janin dari dalam rahim (Doenges ME, 1996).
Pada masa lalu sectio caesarea dilakukan atas indikasi terbatas pada kasus panggul sempit dan plasaenta previa  saja, akan tetapi hingga saat ini akibat meningkatnya angka persalinan dengan penyulit maka indikasi sectio caesarea semakin berkembang pula. Beberapa jenis sectio caesarea, yaitu sectio caesarea transperitonialis profunda, sectio caesarea klasik atau sectio caesarea korporal dan sectio caesarea ekstra peritoneal.  yang paling sering dilakukan dewasa ini adalah Sectio Caessare Transperitonialis Profunda dengan insisi disegmen bawah rahim. keunggulan pembedahan ini adalah  pendarahan luka insisi tidak banyak, bahaya peritonitis tidak besar,  jaringan parut pada uterus umumnya kuat sehingga bahaya ruptura uteri pada kehamilan berikutnya cukup kecil, karena dalam masa nifas segmen bawah rahim tidak seberapa berkontraksi dibandingkan di korpus uteri sehingga luka lebih cepat sembuh. Pada sectio klasik, insisi dibuat pada korpus uteri.  pembedahan ini lebih mudah dilakukan, akan tetapi tehnik ini di lakukan apabila ada halangan untuk melakukan ectio caesarea transperitonialis profunda, misalnya adanya perlengketan pada uterus dengan dinding perut akibat tindakan sectio caesarea yang lalu. Insisi di Segmen Bawah Rahim mengandung bahaya pendarahan yang banyak berhubungan dengan letak plasenta pada plasenta previa atau apabila bermaksud untuk melakukan histrektomi setelah janin lahir. Tehnik pembedahan ini lebih besar bahaya peritonitis dan  empat (4) kali lebih besar bahaya terjadinya ruptura uteri pada kehamilan yang akan datang. Oleh karena itu sesudah sectio caesarea clasik sebaiknya dilakukan sterilisasi atau histerektomi.
Sectio caesarea ekstra peritonial dilakukan untuk mengurangi bahaya infeksi puerperal, akan tetapi dengan kemajuan pengobatan terhadap infeksi, pembedahan ini tidak banyak lagi dilakukan karena pada dasarnya tehnik pembedahan ini cukup sulit dan sering kali terjadi robekan peritoneum tidak dapat dihindarkan (Hanifah W, 1997).
Ditinjau dari sudut penderita atau Ibu tidak ada yang lebih penting selain perawatan paska operasi karena memerlukan perawatan khusus dari ahli kebidanan dan perawatan (Hamilton MP  1989).
Perawatan pertama yang dilakukan setelah selesai operasi adalah pembalutan luka ( Wound dressing) dengan baik, sebelum Ibu dipindahkan dari kamar operasi hendaklah tanda-tanda vital:  tekanan darah, nadi, pernafasan, jantung, jumlah cairan masuk dan keluar dan sebagainya di ukur dan dicatat. pengukuran dan pencatatan ini diteruskan hingga beberapa jam paska bedah dan beberapa kali sehari untuk selanjutnya.
Selama 24 jam pertama ibu dipuasakan maka pemberian cairan per infus harus cukup banyak dan mengandung elektrolit yang diperlukan, agar jangan terjadi hipertermia,  dehidrasi dan komplikasi pada organ  tubuh yang lain (Hanifah W, 1997).

2.5.  Perawatan Ibu Bersalin Dengan Obstetri Operatif Sectio Caesarea

Setelah selesai tindakan di kamar operasi,  Ibu dengan obstetri operatif sectio caesarea dipindahkan ke ruang rawat khusus (Recorvery Room) yang dilengkapi dengan alat pendingin selama beberapa hari. Bila keadaan gawat, segera dipindahkan ke unit perawatan darurat (Intensif Care Unit) untuk perawatan bersama dengan unit anestesi, guna menyelamatkan ibu. Kemudian setelah beberapa hari di rawat di ruang rawat khusus atau perawatan darurat dan keadaan ibu mulai pulih,  Ibu dipindahkan ke ruang perawatan. Disini dilakukan perawatan luka dan pemantauan tanda-tanda vital. 24 jam pertama setelah pembedahan. Ibu masih dipuasakan dan di beri cairan infus yang mengandung elektrolit, dan untuk mengurangi nyeri maka diberikan obat-obatan anti nyeri (Muchtar,  1998).
Pada 6-10 jam setelah sadar, Ibu dapat diberi makan dan minum secara  bertahap dan di lakukan mobilisasi dengan miring ke kanan dan ke kiri. Sedangkan latihan nafas dalam dilakukan sedini mungkin ( Wiraatmaja,  1997).
Pada hari ke 3-5 penderita dianjurkan untuk belajar berjalan dan kemudian berjalan sendiri. Menurut  Michael Saleh dan vija K Sodera (1997 ) menyatakan bahwa; penyembuhan luka operasi di daerah perut memerlukan waktu 7-10 hari setelah tindakan (Muchtar, 1998).
Untuk penyembuhan luka yang lebih dalam dari jaringan epitel, disamping perlu waktu untuk epitelisasi adalah proses  penyembuhan lain, pada umumnya penyembuhan luka tersebut dibagi dalam tiga (3) fase, walaupun secara biologis batasnya tidak tegas ( Michael Saleh. Et all,  1992).
Fase substrat atau fase eksudasi, juga disebut fase inflamasi atau Lag Phase, fase ini berlangsung selama empat hari yaitu sejak hari pertama terjadinya luka hingga pada hari ke empat. selanjutnya fase proliferasi atau disebut juga fase jaringan ikat, fase fibroblastik, fase ini berlangsung mulai dari hari ke lima hingga pada hari ke dua puluh, fase terakhir yaitu remodeling atau fase resorpsi atau fase deferensiasi atau fase maturasi, fase ini sulit ditentukan karena menyangkut karakteristik individu masing-masing (Wiratmadja, 1979).

2.6.

Variabel Dependen

Variabel Independen
 Kerangka Konseptual


Penyulit Persalinan :

Kelainan Tenaga/ His
Kelainan Letak Dan Bentuk Janin
Kelainan Jalan Lahir
                                                                                                                       
                                                                                                             


Karakteristik Ibu :

Umur
Status persalinan
Sosial budaya
Status gizi
Status emosional










2.7. Definisi Operasional

Variabel
Definisi Operasional
Instru men
Cara Ukur
Hasil
Skala
Penyulit persalinan
penyebab sulitnya persalinan yang dapat dibagi menjadi tiga golongan yaitu penyulit yang terjadi akibat kelainan tenaga atau kekuatan His,  Kelainan janin, dan kelainan jalan lahir
Cheklist
Alternatif
Berada dalam  rentang nilai 1-4
Bila penyebab persalinan akibat tenaga maka di beri nilai 4, akibat kelainan janin  3, akibat kelainan jalan lahir 2 dan sebab lain 1
Nominal
Umur

Usia responden pada saat penelitian yang dihitung dalam satuan tahun berdasarkan ulang tahun terakhir

Cheklist
Alternatif
Berada dalam  rentang nilai 1-3
Bila umur ­< 20 nilai 1
Bila umur 21-35 nilai 2
> 36 nilai 3
Interval
Status persalinan

Jumlah persalinan lahir hidup
Klasifikasi : pertama
Kedua dan lebih dari dua kali

Cheklist
Alternatif pilihan berada dalam rentang nilai 1-3
Bila kelahiran pertama nilai 3
Kelahiran kedua nilai 2
Lebih dari kedua nilai1
Nominal
Sosial budaya
Anjuran/nasihat/ keyakinan yang dianut ibu tentang kehamilan dan persalinan
Cheklist
Alternatif pilihan berada dalam rentang nilai 1-2
Berpengaruh terhadap kehamilan dan persalinan nilai 2
Tidak berpengaruh nilai 1

Nominal
Status gizi

Status kesehatan yang dihasilkan oleh keseimbangan antara kebutuhan dan masukan gizi. Pengukuran ini menggunakan indeks masa tubuh  (IMT)

Cheklist
Alternatif pilihan berada dalam rentang nilai 1-3
Bila gizi kurang nilai 1
Bila gizi sedang nilai 2
Bila gizi baik nilai 3
Ordinal
Lamanya hari perawatan
jumlah hari masa perawatan Ibu (penderita) di ruang perawatan Rumah Sakit yang di hitung sejak ibu setelah di operasi hingga ibu dipulangkan  atau boleh pulang.

Cheklist
Rentang nilai 1-3
Bila 3-5 nilai 4
5-7 hari nilai 3
8-10 hari nilai 2 dan lebih dari 10 hari nilai 1
Ordinal


2.8. Hipotesis

2.8.1.      Ha :  Ada hubungan antara faktor penyulit persalinan yang disebabkan oleh kelainan tenaga atau his terhadap lamanya hari perawatan

2.8.2.      Ho :  Tidak ada hubungan antara faktor penyulit persalinan yang disebabkan oleh kelainan tenaga atau his terhadap lamanya hari perawatan


2.8.3.      Ha :  Ada hubungan antara faktor penyulit persalinan yang disebabkan oleh kelainan letak dan bentuk janin terhadap lamanya hari perawatan.

2.8.4.      Ho :  Tidak ada hubungan antara faktor penyulit persalinan yang disebabkan oleh kelainan letak dan bentuk janin terhadap lamanya hari perawatan.

2.8.5.      Ha :  Ada hubungan antara faktor penyulit persalinan yang disebabkan oleh kelainan jalan lahir terhadap lamanya hari perawatan.

2.8.6.      Ho :  Tidak ada hubungan antara faktor penyulit persalinan yang disebabkan oleh kelainan jalan lahir terhadap lamanya hari perawatan.

2.8.7.      Ha :  Ada hubungan antara umur ibu bersalin dengan penyulit terhadap lamanya hari perawatan pada ibu bersalin dengan penyulit yang di lakukan tindakan sectio caesarea.

2.8.8.      Ho :  Tidak ada hubungan antara umur ibu bersalin dengan penyulit terhadap lamanya hari perawatan pada ibu bersalin dengan penyulit yang dilakukan tindakan sectio caesarea.

2.8.9.      Ha :  Ada hubungan antara  status persalinan ibu bersalin dengan penyulit terhadap lamanya hari perawatan pada ibu bersalin dengan penyulit yang dilakukan tindakan sectio caesarea.

2.8.10.  Ho :  Tidak ada hubungan antara status persalinan ibu bersalin dengan penyulit terhadap lamanya hari perawatan pada ibu bersalin dengan penyulit yang dilakukan tindakan sectio caesarea.

2.8.11.  Ha :  Ada hubungan antara  sosial budaya  ibu bersalin dengan penyulit terhadap lamanya hari perawatan pada ibu bersalin dengan penyulit yang dilakukan tindakan sectio caesarea.

2.8.12.  Ho :  Tidak ada hubungan antara sosial budaya ibu bersalin dengan penyulit terhadap lamanya hari perawatan pada ibu bersalin dengan penyulit yang di lakukan tindakan sectio caesarea.

2.8.13.  Ha :  Ada hubungan antara status gizi ibu bersalin dengan penyulit terhadap lamanya hari perawatan pada ibu bersalin dengan penyulit yang di lakukan tindakan sectio caesarea.

2.8.14.  Ho :  Tidak ada hubungan antara  status gizi ibu bersalin dengan penyulit terhadap lamanya hari perawatan pada ibu bersalin dengan penyulit yang di lakukan tindakan sectio caesarea.


BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

Dalam Bab ini akan dijelaskan tentang kerangka konsep penelitian, lokasi dan objek penelitian,  populasi dan sampel,  desain penelitian tehnik pengumpulan data dan pengolahan data serta analisa data.

3.1.    Kerangka Konsep


Penyulit Persalinan

Ø  Kelainan Tenaga/ His
Ø  Kelainan Letak Dan Bentuk Janin
Ø  Kelainan Jalan Lahir

.


Karakteristik Ibu











Penelitian ini memiliki beberapa variabel, yaitu satu variabel bebas, dan satu variabel terikat. Variabel  bebas  adalah faktor penyulit persalinan tindakan dengan Sectio caesarea. Sedangkan variable terikat adalah lamanya hari perawatan.
Menurut Rafii (1985), variabel dalam penelitian dikarakteristikkan sebagai derajat, jumlah dan perbedaan dan juga merupakan konsep dari berbagai level dari abstract yang didefinisikan sebagai suatu fasilitas untuk pengukuran dan atau manipulasi suatu penelitian (Nursalam, 2001).
Karena keterbatasan waktu dan kemampuan peneliti, maka variabel pengganggu dalam penelitian ini tidak dilakukan pengukuran lebih lanjut atau diabaikan.

 

3.2.    Lokasi dan Objek Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan di Rumah Sakit Umum Daerah Curup,  objek penelitian adalah ibu bersalin dengan penyulit yang datang meminta pertolongan di Rumah Sakit Umum Daerah Curup. Sedangkan waktu pelaksanaan yaitu bulan  Agustus 2005.

3.3.    Populasi dan Sampel

3.3.1.      Populasi

Seluruh ibu bersalin di RSUD Curup dengan indikasi sectio caesarea periode Mei 2004 sampai dengan Juni 2005 sebanyak 130 orang.

3.3.2.      Sampel

Sampel adalah ibu bersalin dengan penyulit yang dilakukan tindakan obstetri operatif sectio caesarea yang di Rawat di Rumah Sakit Umum Daerah Curup pada tahun 2004 sampai dengan tahun 2005 sejumlah 130 orang.

Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah total sampling yaitu semua populasi dijadikan sampel.


3.4.    Desain Penelitian

Desain penelitian yang dipakai dalam penelitian ini adalah cross sectional.

3.5.    Tehnik Pengumpulan Data

3.5.1.      Data Primer
Data yang didapat dari wawancara dari petugas kesehatan (dokter, bidan dan perawat) di Unit Kebidanan RSUD Curup.

3.5.2.      Data Sekunder
Data yang didapat dari register pasien pada periode Mei 2004 sampai Juni 2005.

3.6.    Pengolahan Data

Data yang diperoleh oleh peneliti akan diolah melalui beberapa tahap, yaitu :
a.      Editing data
Merupakan tahap pemilihan data yang telah terkumpul baik secara pengisian, konsistensi setiap jawaban yang ada dalam quisioner.
b.      Koding data
Mengaplikasikan jawaban yang ada menurut macamnya ke dalam bentuk yang lebih ringkas dan sederhana dengan menggunakan kode-kode.
c.       Tabulasi data
Setelah dilakukan koding, maka dilakukan tabulasi data dengan memberi skor masing-masing jawaban responden.

3.7.    Analisa Data

3.7.1.      Analisa Univariat
Untuk melihat distribusi frekuensi dari masing-masing variabel yang diteliti baik dari variabel independent maupun dependent dengan menggunakan rumus perhitungan persentase (Arikunto, 1998), yaitu :
Keterangan :
P     :  Jumlah persentase yang dicari
F     :  Jumlah frekuensi dari masing-masing variabel dan sub variabel
N    :  Jumlah subjek penelitian/jumlah responden
3.7.2.      Analisa Bivariat
Untuk melihat pengaruh antara variabel bebas dengan variabel terikat menggunakan uji Chi-Square.
DAFTAR PUSTAKA



Departemen Kesehatan RI. (1992) Undang-undang Kesehatan RI No. 23 Tahun 1992, Tentang Kesehatan ; Jakarta. CV. Kleder Jaya

Departemen Kesehatan RI. (1999) Rencana Pembangunan Bidang Kesehatan 2010 : JakartaDepkes RI

Departemen Kesehatan RI. (1993) Pedoman Penanganan Pertolongan Persalinan dan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan NeonatalJakarta ; Yayasan Bina Pustaka Sarwono  Prawirohardjo Bekerjasama denganJaringan Nasonal Pelatihan Klinik Kesehatan Reproduksi – POGI

Hanifah Wiknjosasro (1997) Ilmu Kebidanan : Jakarta ; Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo

Bagian Obstetri dan Genokologi FK. UNPAD Bandung (1981), Ginekologi : Bandung ; Elstar Offset

Bagian Obstetri dan Genokologi FK. UNPAD Bandung (1981),  Patologi : Bandung ; Elstar Offset


Muchtar Rustam (1998), Sinopsis Obstetri, Obstetri Sosial : Jakarta ; Penerbit Buku Kedokteran EGC

Manuaba Ida Bagus Gde (1998), Ilmu Kesehatan Penyakit Kandungan dan Keluarga Berencana Untuk Pendidikan BidanJakarta ; Penerbit Buku Kedokteran EGC

Doenges E Marilynn  (2001), Alih Bahasa Monica Ester (2001), Rencana Perawatan Maternal/Bayi, Pedoman Untuk Perencanaan dan Dokumentasi Perawat Bagi Klien : Jakarta ; Penerbit Buku Kedokteran EGC

Sugiono,dkk. (2001) Statistik Untuk Penelitian dan Aplikasinya Dengan SPSS 10.00 For Windows . Bandung ; Alpabeta

Sasroasmoro S, Ismail. S (1995), Dasar-dasar Metodologi Penelitian KlinisJakarta ; Bina Rupa Aksara

Nursalam (2003) Konsep dan Penerapan Metode Penelitian Ilmu Keperawatan, Pedoman Skripsi, Tesis dan Instrumen Penelitian Keperawatan . Jakarta ; Salemba Medika

Riduwan (2002), Skala Pengukuran Variabel-variabel PenelitianJakarta ; Alfabeta







Comments